FB Twitter Google+
<div style='background-color: none transparent;'><a href='http://www.rsspump.com/?web_widget/rss_ticker/news_widget' title='News Widget'>News Widget</a></div>

Menebak Udang di Balik Batu Lawatan Hillary Clinton

Posted by Hamba Allah
Share this article on:


Headline 
 
Lawatan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton ke Jakarta, bertemu Presiden SBY Selasa (4/9) ini menimbulkan sikap pro-kontra di kalangan publik.
 
Bagi kalangan yang pro, makna kunjungan itu konstruktif, namun bagi yang kontra-Hillary, lawatannya dicurigai sebagai pembawa kepentingan kapitalisme Amerika di Indonesia.
Para pejabat Jakarta merespon positif lawatan Hillary. Kunjungan sepuluh hari istri mantan presiden Clinton itu salah satu misinya adalah menyatukan perbedaan pandangan di antara negara anggota ASEAN terkait konflik dengan China, selain membahas kerjasama komprehensif Jakarta-Washington.

Pada Juli lalu, Hillary Clinton telah mengunjungi wilayah Asia Tenggara dan melakukan penjajakan dengan para pejabat Kamboja dan beberapa negara lain untuk menyelesaikan sengketa dengan China. Namun langkah itu tidak membuahkan hasil. Clinton kali ini berbicara dengan pejabat tinggi Jakarta untuk mencari solusi atas apa yang disebutnya perseteruan China dengan negara-negara Asia Tenggara.

Hillary singgah di Indonesia setelah merampungkan misinya di Australia sebagai salah satu sekutu pertahanan dan keamanan AS di Asia-Pasifik. Selain itu, kunjungan Clinton ke Jakarta juga membawa misi lain yaitu penjajakan untuk merampungkan kontrak militer senilai ratusan juta dolar. Sebuah kontrak yang secara perlahan akan membuka kehadiran AS di kawasan Asia dan ini adalah sesuatu yang tidak diinginkan oleh China.
Memperhatikan konflik China dengan beberapa negara anggota ASEAN seperti Vietnam dan Filipina terkait sengketa Laut China Selatan, Washington ingin meminta Jakarta untuk memainkan peran penengah dalam masalah itu. Indonesia sebagai pemain kunci di ASEAN diharapkan mampu memainkan pengaruhnya di wilayah sengketa tersebut.

Tidak diragukan lagi bahwa Indonesia di samping Vietnam dan Filipina serta anggota lain ASEAN, berkewajiban mengambil langkah-langkah dalam kerangka piagam organisasi. Akan tetapi, kerjasama ekonomi ASEAN dengan China sedikit akan menghambat peran Indonesia untuk menengahi isu-isu yang berhubungan dengan sengketa Laut Cina Selatan.
Jika benar pernyataan Perdana Menteri Julia Gillard bahwa Australia tidak mampu lagi mengirim pasukan ke Irak dan mempertahankan pasukan di negara itu, yang jelas tidak akan menguntungkan Australia, maka kunjungan Clinton ke Negeri Kanguru itu tidak membawa pencapaian yang berarti. Meski demikian, Canberra sebagai sekutu Washington berkewajiban untuk melaksanakan kebijakan militer dan pertahanan AS di kawasan jika diperlukan.

Konflik Laut China Selatan yang melibatkan China dengan negara-negara ASEAN khususnya Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, dan Malaysia, jelas dipandang menganggu kenyamanan agenda luar negeri AS, yang secara sungguh-sungguh dan spektakuler kini berorientasi ke lingkungan Asia Pasifik.
Sehingga, respon persahabatan penuh dari Indonesia sangat diperlukan AS sebelum mendapatkan dukungan serupa dari negara-negara lain di ASEAN. Seluruh negara ASEAN diharapkan mendukung agenda keterlibatan AS dalam penyelesaian konflik Laut China Selatan yang memengaruhi stabilitas tataran Asia Pasifik itu.

[sumber:inilah.com]

0 Komentar — Skip to Comment

Posting Komentar — or Back to Content